Text
Analisis pengaruh pola penimbunan batubara terhadap potensi terjadinya Swabakar di Temporary Stockpile Pit 1a Banko Barat PT. Bukit Asam (Persero), Tbk Tanjung Enim Sumatera Selatan
PT. Bukit Asam (Persero) Tbk adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam industri pertambangan batubara. Batubara yang dihasilkan dikirim sebagai pasokan bahan bakar untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Suralaya, Banten dan sebagai bahan baku di beberapa pabrik semen. Dalam pelaksanaan kegiatannya, batubara yang akan dikirim menuju konsumen biasanya akan ditempatkan pada suatu stockpile maupun temporary stockpile. Terkadang penumpukan batubara pada temporary stockpile maupun stockpile terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga akan menyebakan batubara terbakar dengan sendirinya atau yang dikenal dengan swabakar (spontaneous combustion). Swabakar (spontaneous combustion) terjadinya karena adanya reaksi antara panas, oksigen dan parameter kualitas batubara itu sendiri. Namun beberapa kegiatan teknis penimbunan seperti, tinggi timbunan, kondisi tempat penimbunan, lamanya penimbunan, geometri stockpile ataupun temporary stockpile dan pola penimbunan yang diterapkan dapat pula menjadi penyebab terjadinya swabakar. Pada penelitian ini, penulis akan membahas mengenai adakah hubungan antara pola penimbunan terhadap potensi terjadinya swabakar, sehingga nantinya akan diketahui dari pola penimbunan yang diterapkan oleh perusahaan mana yang paling berpotensi untuk terjadinya swabakar. Dalam hal ini pola penimbunan yang diterapkan oleh perusahaan tempat penelitian adalah pola penimbunan chevcon dan chevron. Sedangkan jenis batubara yang menjadi objek penelitian adalah batubara TE 5900 HS.
Untuk mengetahui pola penimbunan mana yang paling berpotensi mengakibatkan terjadinya swabakar maka dilakukan pengukuran temperatur timbunan batubara secara berkala dengan titik pemantaun pada stockpile yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran dilakukan selama hampir satu bulan. Hasil pengukuran
dicatat dan kemudian akan dihitung laju kenaikan temperatur timbunan perhari untuk setiap pola penimbunan. Setelah dilakukan pengolahan data maka akan diketahui pola penimbunan mana yang mempunyai laju kenaikan temperatur yang paling tinggi dibandingkan dengan pola penimbunan lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pola penimbunan yang mempunyai laju kenaikan temperatur paling tinggi lebih berpotensi untuk menyebabkan terjadinya swabakar apabila diterapkan.
Hasil pengamatan menunjukkan pada pola penimbunan Chevcon gejala swabakar sering terjadi bila dibandingkan dengan pola penimbunan Chevron. Pola penimbunan chevcon mempunyai temperatur timbunan rata-rata mencapai
45,31oC dan temperatur timbunan tertinggi mencapai 68,20oC . Angka ini lebih kecil bila dibandingkan dengan temperatur rata-rata timbunan pada pola penimbunan chevron yaitu 40,66oC dan temperatur tertinggi timbunan batubara hanya mencapai 42,74oC. Bahkan pada pola penimbunan Chevcon terjadi swabakar dengan temperatur mencapai 538oC pada hari ke-22 pengamatan. Berbeda dengan pola penimbunan chevron yang selama pengamatan tidak terjadi gejala swabakar. Oleh karena itu pola penimbunan chevron lebih baik diterapkan daripada pola penimbunan chevcon untuk mengurangi terjadinya gejala swabakar pada timbunan batubara yang akan ditimbun dalam jangka waktu yang cukup lama.
No copy data
No other version available