Text
Pemanfaatan limbah gasifikasi batubara berupa bottom ash dry dan slag untuk pembuatan batako
Proses gasifikasi batubara tidak mengubah batubara secara penuh dari bentuk padatan
(solid) menjadi gas (gaseous) melainkan meninggalkan limbah berupa limbah
padatan maupun cairan. Limbah padatan diantaranya adalah bottom ash atau sering
disebut dengan istilah abu dasar, sedangkan limbah cairan berupa ter dan larutan
fenol. Limbah bottom ash ini memang jumlahnya tak banyak, namun apabila
dibiarkan begitu saja di lingkungan, bisa membahayakan dan mencemari lingkungan
sekitar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian bagaimana karakter dari limbah
bottom ash sisa proses gasifikasi ini dan memanfaatkannya sebagai bahan baku utama
pembuatan batako atau material sipil lainnya.
Penelitian ini dilakukan dengan metode pengambilan data. Penelitian dilakukan
dengan mempersiapkan bahan yang akan digunakan untuk pembuatan proses
karakterisasi baik itu secara fisik, maupun kimiawi. Penelitian ini pada proses
karakterisasi dilakukan analisis proksimat, nilai kalor dan komposisi abu. Setelah
dianalisis, penelitian ini akan mencoba membuat benda uji berupa batako silinder
dengan bahan pengikat semen dan campuran air untuk diuji kuat tekannya. Variasi
dari sampel-sampel tersebut adalah dengan cara berdasarkan susunan ukuran butir,
pengaruh perbandingan atau komposisi dengan pasir dari Garut dan pasir dari
Sumedang serta melakukan pembuatan benda uji berbentuk balok dengan variasi
waktu atau lama pengeringan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara fisik limbah bottom ash dari reaktor
gasifikasi Palimanan dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu bottom ash jenis
abu kering (dry) dan bottom ash jenis abu terak (slag). Secara kimia, keduanya sangat
berbeda dimana bottom ash dry bersifat basa dan bottom ash slag bersifat asam
dengan komposisi abunya didominasi oleh SiO2 dan Al2O3 yang bisa dikaitkan
dengan sifat pozzolan untuk pembuatan batako. Dari hasil analisis proksimat
diketahui bahwa fixed carbon dari bottom ash dry jauh lebih tinggi yaitu 27,61 %
sedangkan bottom ash slag hanya 0,74 % saja dengan nilai kalori masing-masing
3131 kal/gram dan 63,4 kal/gram. Akan tetapi dari segi ash content diketahui bahwa
bottom ash slag hampir seluruhnya berupa abu yaitu sebesar 97,93 % dan bottom ash
vii
dry sebesar 41,04 % saja. Untuk kelembaban, bottom ash dry jauh lebih lembab yaitu
nilai inherent moisture sebesar 20,91 % daripada bottom ash slag sebesar 0,34 % .
Dalam penelitian ini juga dilakukan percobaan pembuatan batako berbentuk silinder
dan batako berbentuk balok berdasarkan ukuran butir, komposisi dan lama waktu
pengeringan. Berdasarkan ukuran butir dapat diketahui bahwa pengaruh ukuran butir
bottom ash dry yang semakin beragam kuat tekan semakin baik, akan tetapi pengaruh
ukuran butir bottom ash slag tidak memberikan pengaruh yang besar terhadap kuat
tekan. Berdasarkan persentase penggunaan bottom ash dry terhadap pasir
memberikan pengaruh yaitu semakin sedikit jumlah bottom ash yang digunakan
(jumlah pasir banyak) kuat tekan semakin baik dengan hasil uji kuat tekan mencapai
43 kg/cm2 pada saat komposisi bottom ash dry sebanyak 25 %. Akan tetapi,
penggunaan bottom ash slag berdasarkan persentasenya terhadap pasir tidak
memberikan pengaruh yang besar terhadap kuat tekan, dengan hasil uji kuat tekan
mencapai 47 kg/cm2 pada saat komposisi bottom ash slag sebanyak 75 %.
Berdasarkan lama waktu pengeringan 5 dan 10 hari menunjukkan bahwa ada
peningkatan kekuatan dari 0,5 – 3 kg/cm
No copy data
No other version available