Text
Airmata BARZANJI: Antologi Puisi
Buku ini merupakan antologi puisi religius. Tampaknya ini merupakan ekspresi dari sikap simpati dan empati penulis terhadap berbagai permasalahan yang melanda dunia, khususnya dunia Islam. Tidak heran jika dalam beberapa puisi langsung menyembut nama Allah bukan Tuhan. Allah sebagai Tuhan dianggap sebagai tempat mengadu bagi penulis mengenai berbagai permasalahan yang dilihatnya. Penulis ingin merasa dekat dengan Tuhan. Apakah rasa dekat dengan Tuhan harus didapatkan melalui aktivitas ibadah seperti berdoa dalam masjid, gereja, dan klenteng? Atau dengan terus memutar butiran-butiran tasbih dan rosario? Atau dengan mengucap ratusan bahkan ribuan kalimat Tuhan hingga kondisi trance (hilang kesadaran) menghampiri diri seperti yang dilakukan oleh para sufi?rnPertanyaan di atas dahulu pernah menjadi kajian dan perdebatan yang menarik bagi para cendekiawan dan kaum agamawan di negeri ini. Perdebatan ini bermula dari munculnya penyakit sosial yang dibahasakan oleh para agamawan sebagai dekadensi moral akibat jauhnya masyarakat dari ajaran agama. Perdebatan terus berlanjut hingga sampai pada sebuah pertanyaan, apakah rasa religiusitas atau kesalehan agar dekat dengan Tuhan harus didapatkan melalui aktivitas berdoa, berzikir atau mengunjungi tempat ibadah?rn Bagi para pengkaji sosial dan budaya, perasaan hanyut dalam religiusitas atau kesalehan ternyata tidak harus didapatkan dengan aktivitas berdoa atau berdiam diri berlama-lama di tempat ibadah seperti masjid. Religiusitas yang merupakan sebuah perasaan kedekatan dengan Tuhan atau pencipta dapat ditemukan di mana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Tidak heran jika para penganut kesalehan seperti Syeh Siti Jenar menyatakan bahwa Tuhan ada di mana-mana bahkan di setiap diri manusia. Tuhan bahkan lebih dekat dengan urat nadi manusia.rnReligiusitas juga tidak bergantung pada peristiwa-peristiwa yang baik-baik saja. Perasaaan dekat dengan Tuhan juga dapat diperoleh seseorang dari peristiwa buruk, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun orang lain. Bahkan peristiwa apapun yang terjadi di bumi mayapada ini sebenarnya mengandung makna yang luhur. Tidak heran jika kaum agamawan menyatakan tidak ada yang sia-sia dalam ciptaan Tuhan. Walaupun demikian, religiusitas tidak dapat diraih dengan mudah. Lahir atau tidaknya rasa religiusitas dalam jiwa individu tergantung dari kesadaran dan kepandaian individu tersebut dalam membaca tanda-tanda kehidupan itu sendiri. Religiusitas amat bergantung pada kepekaan individu dalam memahami kehidupan. Kepekaan religius dan soaial dapat diraih ketika seseorang mampu memahami dirinya sendiri terlebih dahulu.rnReligiusitas dapat diperoleh dengan banyak cara. Hal itu disebabkan karena ruang religiusitas itu sebenarnya seluas bumi ini tanpa terperi. Tidak dibatasi oleh tembok, agama, suku, ras, teritori atau apapun. Bukankah Tuhan pernah mengatakan bahwa semua yang ada di dunia adalah tanda agar manusia dapat belajar?rnReligiusitas juga bahkan tidak perlu dicari karena terkadang dia tiba-tiba menyeruak dalam kehidupan seseorang tanpa diundang. Ketika kita sedang asik menyatap makanan, tiba-tiba terdengar suara dari televisi kalau tsunami telah meluluhlantakkan Aceh, menghancurkan rumah-rumah penduduk, dan membunuh ribuan jiwa manusia. Atau ketika kita sedang asik berkendara tiba-tiba datang serombongan anak kecil dengan tubuh kumal, kurus dan berpenyakit meminta belas kasihan di setiap lampu merah.rnReligiusitas bahkan tanpa kita sadari adalah bagian dari keseharian kita, karena itulah terkadang kita tidak tahu kalau “didatangi Tuhan”. Saat ini hampir setiap hari bahkan setiap saat, melalui media televisi, radio, atau koran tidak henti-hentinya muncul berita kesedihan yang melanda Indonesia dan dunia. Kemiskinan, kelaparan, banjir, penderitaan akibat perang, pembunuhan, pertikaian antar suku, perkelahian antar anggota dewan, gambar anak kecil yang menangis, tentang bus kota (hal 75), tentang lelaki tua (hal 79) dan sebagainya. Semua hal itu menuntut kita untuk membaca tanda di balik itu semua.rnRasa religiusitas inilah yang tampaknya dialami oleh Fakhrunnas M.A Jabbar. Buku Air Mata Barzanji yang berisi puisi-puisinya menyiratkan bahwa ternyata religiusitas dapat diperoleh dari mana saja, kapan saja, dan dengan sebab apa saja. Segalanya tidak terbatasi oleh ruang dan waktu karena pikiran manusia dapat melanglang buana melintasi apa saja. Bagi penulis, pikiran manusia itu hanya terbatasi oleh kekuasaan Tuhan. Membaca puisi-puisi ini seakan kita dibawa melintasi ruang dan waktu. Mungkin setelah membaca buku ini, kita akan menjadi geram karena memang peristiwa tersebut merupakan akibat dari kepongahan negara penguasa seperti Amerika (hal 63-66). Namun di balik itu semua, pelajaran yang dapat kita ambil adalah ternyata kesalahan orang lain tidak akan selesai jika hanya sekedar dikutuki.
Inventory Code | Barcode | Call Number | Location | Status |
---|---|---|---|---|
1701000970 | B66294S | 811.08 Jab a 2005 | Central Library (CIRCULATION) | Available but not for loan - Recorded |
1701000971 | B66295S | 811.08 Jab a 2005 | Central Library (CIRCULATION) | Available |
No other version available